Salah satu hal yang paling sulit ketika kita memutuskan untuk jadi entrepreneur adalah keluar dari zona nyaman untuk kemudian masuk dalam zona ketidakpastian (penuh risiko). Zona nyaman yang paling berat untuk ditinggalkan adalah mental orang gajian yang serba aman. Artinya, ketika masih jadi pekerja kita tak perlu terlalu memikirkan masa depan perusahaan. Kalau bangkrut maka kita toh tetap dapat uang pesangon. Kalau kineja perusahaan biasa–biasa saja atau malah jeblok maka setiap akhir bulan kita tetap akan terima gaji. Risiko terbesar ada di tangan pemilik usaha, bukan pada karyawan. Jika perusahaan bangkrut, kita bisa pindah kerja ke perusahaan lain.
Berbeda dengan ketika kita memutuskan untuk menjadi entrepreneur. Semuanya menjadi serba tidak pasti. Bisa untung, bisa pula buntung. Maka pada bagian sebelumnya, saya telah menegaskan, salah satu ciri entrepreneur adalah berani mengambil risiko. Banyak perusahaan yang baru beberapa bulan berdiri akhirnya bangkrut. Umumnya ini terjadi pada mereka yang latah atau ikut–ikutan.
Menurut entrepreneur terkenal dari Amerika, Victor Kiam, untuk maju seorang entrepreneur haru berani bermain dengan risiko, bahkan mengubah risiko menjadi peluang. Lantas, risiko macam mana yang harus diambil oleh para entrepreneur? Jawabannya cuma satu: risiko yang telah diperhitungkan dengan matang (calculated risk). Tidak main asal seruduk kayak banteng. Melainkan melakukan kalkulasi cermat mengenai prospek usaha yang akan ditekuni. Misalnya, adakah permintaan pasar, bagaimana dengan tingkat persaingan selama ini, bagaimana supply bahan baku, dsb.
Jika memang risiko yang diprediksi itu jadi kenyataan maka sebagai entrepreneur unggulan, kita tidak boleh panik. Kepanikan kita akan membawa musibah besar. Ibarat penyakit menular, kepanikan kita akan segera menular kepada semua orang dalam perusahaan dan pada akhirnya mematikan perusahaan kita. Kita harus tabah dan tegar. Analisa sebabnya dan segeralah cari jalan keluar.
keunggulan seorang entrepreneur bukan ditentukan oleh seberapa banyak keuntungan yang bisa diraihnya melainkan seberapa banyak ia dapat bangkit dari kegagalan. Setiap kegagalan menjadi guru baginya. Ia tetap optimis melangkah ke depan. Kegagalan adalah bagian dari masa lalu dan amat tidak layak untuk terulang di masa mendatang.
No comments:
Post a Comment